Kebudayaan Jepang telah banyak berubah dari tahun ke tahun, dari kebudayaan asli negara ini, Jomon, sampai kebudayaan kini, yang mengkombinasikan pengaruh Asia,Eropa dan Amerika Utara. Setelah beberapa gelombang imigrasi dari benua lainnya dan sekitar kepulauan Pasifik, diikuti dengan masuknya kebudayaan Tiongkok, pendudukJepang mengalami periode panjang isolasi dari dunia luar dibawah Keshogunan Tokugawa sampai datangnya "The Black Ships" dan era Meiji. Sebagai hasil, kebudayaan Jepang berbeda dari kebudayaan Asia lainnya.
SALAH SATU FESTIVAL JEPANG
Festival kembang api ini pertama kali diselenggarakan pada 9 Juli 1733 (kalender lama) sebagai festival sungai Ryōgoku (Ryōgoku Kawabiraki) pada masa pemerintahan Shogun Tokugawa Yoshimune dari Keshogunan Edo. Festival tersebut sekaligus diadakan sebagai Festival Suijin untuk mendoakan penduduk yang meninggal akibat epidemi kolera dan kelaparan besar tahun 1732.[1] Ryōgoku adalah nama untuk kawasan tepian Sungai Sumidagawa sekarang. Pada waktu itu pesta kembang api ini masih berskala kecil. Kembang api yang diluncurkan hanya sekitar 20 buah. Pelaksana peluncuran kembang api waktu itu adalah pabrik kembang api Kagiya (鍵屋 ). Percabangan keluarga Kagiya yang memakai nama Tamaya (玉屋 ) mendirikan pabrik kembang api pada tahun 1810 (pendirinya bernama Seikichi Tamaya, kemudian disebut Ichibei Tamaya), sehingga ada dua pabrik kembang api yang waktu itu saling berlomba meluncurkan kembang api. Kagiya dan Tamaya saling bergantian meluncurkan kembang api dari dua tempat terpisah. Penonton yang datang untuk menonton bertindak sebagai juri, dan meneriakkan nama pembuatnya, Tamaya atau Kagiya, setiap kali mereka melihat kembang api yang bagus. Dari kompetisi dua pembuat kembang api inilah berawal tradisi orang Jepang yang dibesarkan di tengah pengaruh budaya Edo untuk meneriakkan nama "Ta-ma-ya..." atau "Ka-gi-ya..." setiap kali melihat kembang api yang bagus. Pada puncak kejayaannya, kembang api produksi Tamaya memiliki reputasi yang baik. Kekesalan pabrik kembang api Kagiya tercermin dari puisisenryū yang berbunyi, "Kagiya berkata, Tamaya dan lagi-lagi hanya Tamaya" (玉やだと又またぬかすわと鍵や云ひ"Tamaya dato mata mata nukasu wa to Kagiya ihi" ).[2] Ada masanya penonton hanya mau meneriakkan Tamaya, dan tidak ada penonton yang meneriakkan nama Kagiya. Namun pada tahun 1843, terjadi kecelakaan di pabrik Tamaya sehingga terjadi kebakaran yang menghanguskan kawasan sekelilingnya. Pabrik kembang api Tamaya mendapat hukuman pengusiran dari Edo.[3] Meskipun Tamaya hanya bertahan selama satu generasi, sejumlah dokumen menyebutkan pabrik ini bertahan sebagai pabrik skala kecil di pinggiran kota Edo.
Kembang api di festival sungai Ryōgoku beberapa kali tidak diselenggarakan akibat kekacauan yang menyertai Restorasi Meiji dan Perang Dunia II. Festival ini juga tidak diselenggarakan dari tahun 1961 hingga 1977, antara lain akibat buruknya kondisi lalu lintas di Tokyo.[4] Festival kembang api ini dihidupkan kembali pada tahun 1978 dengan nama Festival Kembang Api Sumidagawa. Setelah itu, festival ini diselenggarakan secara tidak terputus setiap tahunnya sejak tahun 1978.[5]
Festival kembang api ini setiap tahunnya didatangi kira-kira satu juta orang penonton. Lokasi 1 pengumpulan massa berada antara Jembatan Sakurabashi ke arah hilir dan Jembatan Kototoibashi ke arah hulu.[6] Lokasi 2 pengumpulan massa berada antara Jembatan Komagatabashi ke arah hilir dan Umayabashi ke arah hulu.[6] Dari kedua lokasi tersebut diluncurkan lebih dari 20.000 buah kembang api, sekaligus dilakukan kompetisi kembang api terbaik.
Pada tahun 2011 setelah terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami Sendai 2011, festival-festival kembang api di Tokyo secara berturut-turut dibatalkan. Namun Festival Kembang Api Sumidagawa tetap dilangsungkan, hanya saja tanggal penyelenggaraan diundur menjadi tanggal 27 Agustus 2011 sesuai keputusan Wakil Gubernur Tokyo Naoki Inose.[7]Sebagai akibatnya, Festival Samba Asakusa tahun 2011 dibatalkan karena tanggal penyelenggaraannya bentrok dengan Festival Kembang Api Sumidagawa.[8]
Pada tahun 2012, festival ini untuk pertama kalinya diselenggarakan setelah Tokyo Sky Tree selesai dibangun dan dibuka untuk umum. Total kembang api yang diluncurkan sebanyak 20.000 buah.
AGAMA DI JEPANG
Penganut agama di Jepang menurut Kementerian Pendidikan Jepang: Shintosekitar 107 juta orang, agama Buddha sekitar 89 juta orang, Kristen dan Katoliksekitar 3 juta orang, serta agama lain-lain sekitar 10 juta orang (total seluruh penganut agama: 290 juta orang). Total penganut agama di Jepang hampir dua kali lipat dari total penduduk Jepang. Penganut agama Shinto dan Buddha dalam berbagai sekte saja sudah mencapai 200 juta.[1] Total penganut agama di Jepang melebihi jumlah penduduk disebabkan cara pengumpulan data dan tradisi beragama orang Jepang.
- Statistik disusun berdasarkan angket yang diisi secara sukarela oleh organisasi keagamaan yang dengan sengaja mengisi jumlah penganut yang dimiliki masing-masing organisasi secara berlebih-lebihan.
- Sebagian besar orang Jepang menganut lebih dari satu agama dan sepanjang tahunnya mengikuti ritual dan perayaan dalam berbagai agama. Mayoritas orang Jepang dilahirkan sebagai penganut Shinto, merayakan Shichi-Go-San,hatsumōde, dan matsuri di kuil Shinto. Ketika menikah, sebagian di antaranya menikah dalam upacara pernikahanKristen. Penghormatan terhadap arwah leluhur dinyatakan dalam perayaan Obon, dan ketika meninggal dunia dimakamkan dengan upacara pemakaman agama Buddha.
Di luar dua agama tradisional tersebut, saat ini banyak orang Jepang beralih ke berbagai gerakan keagamaan populer, yang biasa dikelompokkan dengan nama "Agama-agama Baru" (Shinshūkyō). Agama-agama ini memiliki unsur-unsur Shinto, Buddha, dan takhayul lokal, dan sebagian telah berkembang untuk memenuhi kebutuhan sosial kelompok-kelompok masyarakat. Salah satu yang terkenal adalah Sokka Gakkai, suatu aliran Buddha yang didirikan pada tahun 1930 dan memiliki moto kedamaian, budaya, dan pendidikan.
Agama-agama baru lainnya, antara lain adalah Aum Shinrikyo, Gedatsu-kai, Kiriyama Mikkyo, Kofuku no Kagaku, Konkokyo, Oomoto, Laboratorium Gelombang-Pana, PL Kyodan, Seicho no Ie, Sekai Mahikari Bunmei Kyodan, Sekai kyūsei kyō, Shinreikyo, Sukyo Mahikari, Tenrikyo, dan Zenrinkyo
MASAKAN JEPANG
Masakan dan makanan Jepang tidak selalu harus berupa "makanan yang sudah dimakan orang Jepang secara turun temurun." Makanan orang Jepang berbeda-beda menurut zaman, tingkat sosial, dan daerah tempat tinggal. Cara memasak masakan Jepang banyak meminjam cara memasak dari negara-negara Asia Timurdan negara-negara Barat. Di zaman sekarang, definisi makanan Jepang adalah semua makanan yang dimakan orang Jepang dan makanan tersebut bukan merupakan masakan asal negara lain.
Dalam arti sempit, masakan Jepang mengacu pada berbagai berbagai jenis makanan yang khas Jepang. Makanan yang sudah sejak lama dan secara turun temurun dimakan orang Jepang, tapi tidak khas Jepang tidak bisa disebut makanan Jepang. Makanan seperti gyudon atau nikujaga merupakan contoh makanan Jepang karena menggunakan bumbu khas Jepang seperti shōyu, dashi dan mirin. Makanan yang dijual rumah makan Jepang seperti penjual soba dan warung makankappō juga disebut makanan Jepang. Makanan yang mengandung daging sapisering dianggap bukan masakan Jepang karena kebiasaan makan daging baru dimulai sejak Restorasi Meiji sekitar 130 tahun lalu. Menurut orang di luar Jepang, berbagai masakan dari daging sapi seperti sukiyaki dan gyudon juga termasuk makanan Jepang. Dalam arti luas, bila masakan yang dibuat dari bahan makanan yang baru dikenal orang Jepang ikut digolongkan sebagai makanan Jepang, maka definisi masakan Jepang adalah makanan yang dimasak dengan bumbu khas Jepang.
Masakan Jepang sering merupakan perpaduan dari berbagai bahan makanan dan masakan dari berbagai negara. Parutanlobak yang dicampur saus sewaktu memakan bistik atau hamburg steak, dan salad dengan dressing parutan lobakmerupakan contoh perpaduan makanan Barat dengan penyedap khas Jepang. Saus spaghetti yang dicampur mentaiko,tarako, natto, daun shiso atau umeboshi merupakan contoh makanan Barat yang dinikmati bersama bahan makanan yang memiliki rasa yang sudah akrab dengan lidah orang Jepang. Bistik dengan parutan lobak sebenarnya tidak dapat disebut sebagai makanan Jepang melainkan bistik ala Jepang (wafū steak). Berdasarkan aturan ini, istilah wafū (和風 ala Jepang )digunakan untuk menyebut makanan yang lazim ditemukan dan dimakan di Jepang, tapi dimasak dengan cara memasak dari luar Jepang.
Berdasarkan aturan wafū, beberapa jenis makanan sulit digolongkan sebagai makanan Jepang karena merupakan campuran antara makanan Jepang dan makanan asing:
- Makanan Barat yang dicampur bahan makanan yang unik Jepang, seperti sarada udon (salad adalah makanan Barat tapi dicampur udon yang khas Jepang), kari, dan anpan (roti berasal dari Barat berisi ogura yang khas Jepang).
- Makanan khas Jepang yang berasal dari luar negeri tapi dibuat dengan resep yang sudah diubah sesuai selera lokal, seperti ramen dan gyōza.
- Makanan yang berdasarkan bahan dan cara memasak sulit diputuskan harus dimasukkan ke dalam kategori makanan Barat atau makanan Jepang, misalnya pork ginger dan butashōgayaki keduanya menunjuk pada makanan yang sama.
Sebagian besar ahli kuliner berpendapat masakan Jepang mudah sekali dibedakan dari masakan negara tetangga sepertimasakan Korea dan masakan Cina. Walaupun demikian, sejumlah makanan Korea juga mendapat pengaruh dari masakan Jepang. Di Korea juga dikenal kimbab (futomakizushi), sup miso, dan takuan (asinan lobak) yang merupakan makanan khas Jepang.
KIMONO
Kimono (着物 ) adalah pakaian tradisional Jepang. Arti harfiah kimono adalah bajuatau sesuatu yang dikenakan (ki berarti pakai, dan mono berarti barang).
Pada zaman sekarang, kimono berbentuk seperti huruf "T", mirip mantel berlengan panjang dan berkerah. Panjang kimono dibuat hingga ke pergelangan kaki. Wanita mengenakan kimono berbentuk baju terusan, sementara pria mengenakan kimono berbentuk setelan. Kerah bagian kanan harus berada di bawah kerah bagian kiri. Sabuk kain yang disebut obi dililitkan di bagian perut/pinggang, dan diikat di bagianpunggung. Alas kaki sewaktu mengenakan kimono adalah zōri atau geta.
Kimono sekarang ini lebih sering dikenakan wanita pada kesempatan istimewa. Wanita yang belum menikah mengenakan sejenis kimono yang disebut furisode.[1]Ciri khas furisode adalah lengan yang lebarnya hampir menyentuh lantai. Perempuan yang genap berusia 20 tahun mengenakan furisode untuk menghadiriseijin shiki. Pria mengenakan kimono pada pesta pernikahan, upacara minum teh, dan acara formal lainnya. Ketika tampil di luar arena sumo, pesumo profesional diharuskan mengenakan kimono.[2] Anak-anak mengenakan kimono ketika menghadiri perayaan Shichi-Go-San. Selain itu, kimono dikenakan pekerja bidang industri jasa dan pariwisata, pelayan wanita rumah makan tradisional (ryōtei) dan pegawai penginapan tradisional (ryokan).
Pakaian pengantin wanita tradisional Jepang (hanayome ishō) terdiri dari furisodedan uchikake (mantel yang dikenakan di atas furisode). Furisode untuk pengantin wanita berbeda dari furisode untuk wanita muda yang belum menikah. Bahan untukfurisode pengantin diberi motif yang dipercaya mengundang keberuntungan, seperti gambar burung jenjang. Warna furisode pengantin juga lebih cerah dibandingkanfurisode biasa. Shiromuku adalah sebutan untuk baju pengantin wanita tradisional berupa furisode berwarna putih bersih dengan motif tenunan yang juga berwarna putih.
Sebagai pembeda dari pakaian Barat (yōfuku) yang dikenal sejak zaman Meiji, orang Jepang menyebut pakaian tradisional Jepang sebagai wafuku (和服 , pakaian Jepang). Sebelum dikenalnya pakaian Barat, semua pakaian yang dipakai orang Jepang disebut kimono. Sebutan lain untuk kimono adalah gofuku (呉服 ). Istilah gofuku mulanya dipakai untuk menyebut pakaian orang negara Dong Wu(bahasa Jepang : negara Go) yang tiba di Jepang dari daratan Cina.
PARIWISATA DI JEPANG
Fuji Q Highland
Fuji-Q Highland (富士急ハイランド Fujikyū Hairando ) atau sebelumnya ditulisFujikyu Highland adalah taman bermain di Fujiyoshida, Yamanashi, Jepang. Taman bermain ini berada di kawasan Lima Danau Fuji di kaki Gunung Fuji. Fuji-Q Highland memiliki roller coaster yang pernah memegang rekor tercepat di dunia, kawasan bermain anak Thomas the Tank Engine, atraksi bertemaGundam dan Evangelion.
Taman bermain ini dimulai dari sebuah ring es skating bernama Fuji Goko Kokusai Skate Center yang dibuka pada tahun 1961.[1] Bersamaan dengan dibukanya Stasiun Highland Jalur Fujikyuko (sekarang Stasiun Fujikyu-Highland) pada 7 Juli 1964, nama tempat ini diganti menjadi Fujikyu Highland.
Komentar
Posting Komentar